Editorial

MENANTI PEMERINTAHAN BARU

Tidak terasa waktu terus melaju, masa berakhirnya pemerintahan SBY - Budiono kian dekat, tepat hanya tinggal beberapa bulan lagi.
setelah itu maka Indonesia dengan segala kebanggaan dan keprihatinannya akan dikelola oleh pemerintahan baru, yaitu pasangan calon Pre4siden dan Wakil Presiden yang bakal keluar sebagai pemenang pada Pilpres 9 Juli 2014 yang lalu, tentang hal ini akan di umumkan oleh penyelenggara Pemilu kita, yaitu KPU pada tanggal 22 Juli nanti.
Siapa yang menjadi pemimpin negeri ini lima tahun ked depan, adalah masih tanda tanya dikalangan rakyat kita, apakah pasangan Prabowo - Hatta atau pasangan Jokowi - Jk?. Kedua-duanya telah mengklim kemenangan mereka pada Pilpres lalu, pengakuan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan cepat (quick count) lembaga survei yang diumumkan melalui media massa, terutama televisi.
Rakyat telah menyaksikan semuanya, tentu dibalik itu semua mereka selalu mengharapkan perubahan - perubahan yang memberikan kesejahteraan bagi mereka, bukan hanya terbatas pada jorgan-jorgan para politisi dan para anggota tim sukses kedua kandidat yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang akan datang.
Bila ini terjadi, betapa rakyat kecewa, para politisi telah berbohog kepada mereka. Teradap kebohongan demikian, rakyat tidak dapat berbuat banyak, mereka pasrah, kecuali mendoakan kepada Tuhan agar para politisi yang berbohong tadi diberikan hikmat kebijaksanaan untuk menyadari kesalahan mereka dan kembali ke jalan yang benar, kita yakin rakyat kita tidak pernah mendoakan agar para politisi busuk tadi dihukum, menderita sakit jantung ataupun menderita stroke dan jenis penyakit lainnya, rakyat ingin mereka berubah dan bertobat seraya selalu melakukan kebaikan bagi rakyatnya. Itulah harapan rakyat kita, jangan lagi mereka dibohongi. Semoga !. (*.*)/


PADA PILPRES RAKYAT HARUS CERDAS


Akhir-akhir ini hiruk pikuk pemilihan Presiden (Pilpres), ibarat angin sangat kencang dirasakan oleh setiap anak negeri. Sang "pemberani" pasangan Praboeo - Hatta dihadapkan dengan pasangan Jokowi - JK pasangan yang sangat disukai rakyat kecil karena kebiasaannya belusukan hingga ke lorong gang sempit pelosok kota.
Masing-masing pasangan kandidat sejak awal sudah sama-sama pasang kuda-kuda, maklum pertandingan silat akan segera dimulai, politik hitam pun berseliuran yang ditujukan kepada kedua kubu. Prabowo diserang lawan politiknya dengan isu pemecatannya dari kesatuan TNI Mei 1998 berkaitan kerusuhan dan penculikan para aktivis saat itu yang diduga melibatkan Prabowo yang saat itu Komandan Komando Pasukan Khusus. Disamping itu ia juga digoyang dengan isu kewargaan negara ganda sampai dengan masalah kecil seperti status jembelainya.
Pasangan Jokowi - JK juga diserang kampanye hitam, diantaranya masalah latar belakang keluarga, bisnis, sampai dengan yang bersifat personal seperti agama dan kepercayaan, serta Jokowi ditunding sebagai pembohong.
Kita tentu tahu parsis kalau semua bentuk kampanye hitam itu tidak baik, akan lebih baik kampanye negatif yang menonjolkan kebenaran dengan fakta-fakta yang sudah diketahui publik, tujuannya tidak lain untuk membuat para calon pemilih cerdas, disamping kampanye dengan metode mensosialisasi visi dan misi para kandidat. Kita harap, rakyat harus cerdas.
Itu yang terjadi saat ini, tentu rakyat kita sekarang sudah cerdas, 9 Juli 2014 nanti mereka akan menjatuhkan pilihan mereka siapa diantara dua pasangan ini yang mereka percayai mampu membawa perubahan bagi negeri ini.
Kita tentu berharap, rakyat tidak salah pilih, karena bila salah pilih maka lima tahun kedepan dampaknya akan dirasakan oleh bangsa ini. Kedua pasangan dimaksud semua baik, akan tetapi tentunya ada yang terbaik.
Kita tunggu saja keputusan rakyat, 9 Juli 2014 nanti!. Kita berharap semua proses Pilpres kali ini berjalan aman dan damai, rakyat dapat memberikan suara mereka dengan bebas dan cerdas>

DEMOKRASI DAN  PENOMENA POLITIK DINASTISASI


Banyak negara di dunia termasuk Indonesia mengagung-agungkan kebaikan demokrasi, sekarang timbul pertanyaan apa itu seseungguhnya yang dimaksud demokrasi?. Dari banyak litaratur menyebutkan bahwa kata Demokrasi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu kata "Demos" yang berarti rakyat dan "cratos" yang kurang lebih berarti "kekuasaan" atau "Pemerintah". Sehingga demokrasi diartikan sebagai "Pemerintah dimana rakyat yang berkuasa atau berdaulat. 
Ini bermakna, bahwa penguasa itu ada karena diberi kekuasaan (mandat) dari rakyat dan mereka bekerja mestinya sesuai dengan mandat yang diberikan tersebut, yaitu untuk mewujudkan harapan rakyat akan kesejahteraan dan kemakmuran, ketenteraman dan kestabilan politik, bukan untuk mensejahterakan diri penguasa itu sendiri atau berbuat semena-mena terhadap rakyatnya.
Dalam konteks negara demokrasi semua rakyat memiliki hak politik, yaitu hak untuk memilih dan dipilih, tidak pandang bulupakah ia orang miskin, orang cacat ataupun orang isteri atau anak pejabat. Mereka berhak untuk dipilih dan memilih pemimpinnya, baik yang dile
gislatif maupun eksekutif dalam hal ini termasuk Kepala Daerah (Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, wakil Bupati ataupun wakil walikota).
Menyikapi fenomena yang terjadi di Das Barito akhir-akhir ini, dimana para dijumpai sang Bupati yang sudah habis jatahnya dua kali kembali mencalonkan diri menjadi wakil Bupati atau isteri Bupati mencalonkan dirinya menggantikan posisi suaminya yang sudah tidak ada jatah lagi, Sebenarnya tidak ada seorangpun yang dapat melarang mereka ini untuk ikut Pemilu Kada priode mendatang, sebab mereka punya hak yang tidak dapat diganggu gugat. Tidak boleh ada aturan yang melarang seseorang warga negara untuk melaksanakan hak politiknya. terserah kepada rakyat apakah memilih mereka atau tidak.
Akan tetapi fenomena tersebut juga menjadi pembenaran terhadap teori kekuasaan yang antara lain, bahwa kekuasaan itu membuat penguasa selalu haus dan tidak puas, gagasan=gagasannya banyak yang belum terwujud, pendukungnya masih mengharapkannya atau "hutangnya" kepada rakyat masih banyak yang belum terbayar. Ini benar ibarat saat haus disuguhi air gula, tentu akan haus dan haus.
Salah satu contoh di negeri ini adalah bapak pembangunan kita Presiden Soeharto, yang tidak merasa puas atau karena rakyat terus "memintanya" untuk memimpin negeri ini hingga 32 tahun. Akhirnya tragis dilengser oleh adik-adik mahasiswa dan meninggal dunia dalam proses hukum yang tidak tuntas. Redaksi Media ini  tentu tidak menginginkan pengalaman tersebut terjadi dan dialami oleh penguasa daerah ini.
Jika memang sudah saatnya berakhir, berilah kesempatan kepada yang lain untuk memimpin daerahnya, biar ada sejarah yang berbicara tentang proses suksesi daerah yang secara generatif berkelanjutan. Dinastisasi politik walaupun dari pandangan demokrasi dan konstitusi kita tidaklah bertentangan, akan tetapi ia menggambar regenerasi yang gagal atau yang lebih radikal lagi ia menggambarkan keserakahan dan ketidak tulusan sang penguasa meninggalkan singgasananya. Bila hal ini tetap terjadi, biarkan rakyat cerdas dalam menjatuhkan pilihan mereka di bilik suara, sebab Rakyat lah yang berkuasa, suara Rakyat adalah suara TUHAN.

AAN SENGKETA LAHAN PT AGU vs POKTAN BELA WARGA 
HARUS DISELESAIKAN SECARA ADIL  

Awal pekan ini sekelompok warga yang menyebutkan diri mereka berasal dari dua beberapa desa di dua kecamatan (Kecamantan Montallat dan kecamantan Gunung Timang) di kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah mendatangi gedung wakil rakyat (DPRD) kabupaten Barito Utara di Jln A Yani Muara Teweh.
Kedatangan mereka ini, diantaranya menggugat lahan sawit yang dikelo PT Antang Ganda Utama (AGU) seluas kurang lebih 5000 ha, menurut versi warga yang tergabung dalam kelompok tani Bela Warga lahan tersebut dimiliki mereka secara adat secara turun temurun dan terletak diluar areal HGU PT AGU. Semula Perusahaan Perkebunan Besar Sawit tersebut menjanjikan akan memberikan lahan plasma kepada warga, namun nyatanya menurut Mulyadi dan Gajali Montallattua hingga sekarang tidak ada kejelasannya, sementara pihak PT AGU setiap bulannya sudah memanen sawit dari kawasan tersebut tanpa menepati janji mereka kepada warga.
Disebutkan pula, bulan lampau karena marahnya warga pernah dipasang Hompong Pali (semacam portal) dijalan menuju lahan sawit tersebut yang tujuannya mengajak hanya mengajak pihak PT AGU bermusyawarah, akan tetapi ditanggapi oleh pihak perusahaan menggunakan aparat polisi untuk membongkar paksa  Humpong Pali tersebut serta mengintimidasi warga  dengan mengeluarkan tembakan, sehingga warga berlarian mengamankan diri. Sikap perusahaan tersebut menurut Gajali sangat mengecewakan warga, mereka cenderung menunjukan kekuatan dengan memperalat petugas untuk berhadapan dengan warga.
Bila mencermati kasus ini dengan jernih dan membandingkannya dengan kasus yang terjadi di Sumatera (tragedi Mesuji) yang mengemuka dewasa ini, nampaknya tidak jauh berbeda, dimana terjadi konflik lahan antara perusahaan besar dengan warga dan disana terdapat upaya mempergunakan aparat mengintimidasi warga. Syukurlah pada kasus di Barito Utara ini tidak sempat terjadi pertumpahan darah sebagaimana yang terjadi di Mesuji.
Sungguhpun demikian, hendaknya pihak yang bertanggung jawab terhadap kasus ini untuk segera mengambil langkah-langkah positif menuju tuntasnya kasus yang telah berlangsung menahun itu. Menurut media ini seyogianya untuk menutas konflik tersebut dilakukan pengukuran dan pematokan ulang batas-batas lahan HGU yang diberikan Pemerintah dan diluar luasan itu berarti milik warga, tidak hanya itu bila hasil pengukuran ulang tersebut terbukti ada pembukaan lahan swait diluar HGU tentu ini merupakan pelanggaran hukum yang harus diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Berkenaan dengan hal ini kepada warga redaksi media ini berharap agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum walaupun upaya yang dilakukan adalah menuntut hak yang memang harus diperjuangkan. Kepada aparat, redaksi mohon agar jangan gampang diperintah oleh perusahaan untuk kepentingan mereka, tetapi haruslah selalu berada dibelakang rakyat atau paling tidak berada ditengah-tengah guna menghindari terjadinya konflik yang menyebabkan pertumpahan darah. Bumi Borneo selalu mendambakan kedamaian!.




 ANGGARAN UNTUK RAKYAT
 
Anggaran untuk rakyat, kata-kata manis ini indah didengar.
Menjelang memasuki tahun anggaran baru semua daerah sibuk menyusun dan memproses anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung mencapai ratusan milyar bahkan triliunan rupiah setiap tahunnya. Dalam proses penganggaran tersebut terjadi interaksi yang hebat antara eksekutif dan legislatif, bisa jadi berlangsung beberapa hari baik yang berjalan dalam tatanan aturan maupun yang cenderung bagi daging sapi. Banyak kepentingan yang bertarung dalam proses anggaran, baik kepentingan pembangunan, bisnis maupun kepentingan politis masing-masing mereka yang berinteraksi.
Bagaimana dengan anggaran yang diperuntukan bagi rakyat?. tentunya ikut diperdebatkan dalam proses pengangaran tersebut, argumentasi seperti prioritas, keterbatasan anggaran selalu mewarnai anggaran untuk rakyat ini, berbeda dengan anggaran operasional pemerintahan dan DPRD umumnya sangat jarang dipersoalkan dengan argumentasi prioritas ataupun keterbatasan anggaran, selalu nampaknya berjalan mulus. Misalnya untuk pengadaan mobil dinas atau rehabilitasi gedung perkantoran, berbeda dengan pembangunan jalan usaha tani, bibit tanaman perkebunan atau pertanian atau perbaikan jalan antar desa yang kerap muncuk melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes) kerap kali kandas, Asmara (aspirasi masyarakat) ini hanya terpenuhi sebagian kecilnya saja, karena tidak termasuk prioritas pembangunan ataupun karena keterbatasan dana. Mungkinkah rakyat menggunggat?.